Saturday, April 2, 2011

Achtung! Achtung! Pengumuman untuk teman SOSIALBERKARYA..

Blog SOSIALBERKARYA sudah pindahan ke http://www.sosialberkarya.wordpress.com
Insya Allah dengan tambahan isi dan cerita..

Mohon maaf dan terima kasih atas kunjungannya..
semoga bermanfaat :)

Monday, February 21, 2011

Belajar PKn "Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat"

Jum'at kemarin -bertepatan dengan hari 'bank2an' alias praktik perbankan kelas VIII- siswa kelas VII ikutan praktik juga.


Bukan praktik bank, tapi mencoba menyampaikan pendapat berupa saran, pertanyaan atau kritik kepada ustdz/zh (guru) atau pun kepada kakak kelas.
Rombongan (kelompok) berpencar mencari 'korban'. Setiap kelompok (pasangan) dibekali Rubrik Penilaian yang nantinya akan diisi oleh sang 'objek penderita'.


Ya, nda menderita pada pengertian sesungguhnya sih.. beberapa memang menyampaikan hal-hal yang cukup unik dan agak tidak terduga.

Agar lebih jelas, berikut kronologi KBMK (Kegiatan Belajar Mengajar Kami) hari itu:
1. guru membawa plastik transparan (oleh-oleh dari toko fotokopi) berisi kertas-kertas
2. setelah berdoa, guru menyampaikan bahwa hari ini kita akan belajar lebih cepat (bergegas), setelah pendahuluan, pemaparan, tugas ke luar, siswa yang telah selesai dipersilakan berkunjung ke praktik lembaga keuangan di kelas sosial
3. guru menanyakan apakah pernah ada guru yang tiba-tiba mengatakan: "Masukkan buku cetak, buku tulis, fotokopi, dan lain-lain! Siapkan alat tulis! Hari ini kita ulangan!"
Saya bertanya lagi, "Kemudian bagaimana reaksimu?"

Siswa menjawab berbarengan dengan beragam argumen dan ekspresi tubuh+wajah.

"Siapa yang berani menangkat tangan dan coba sampaikan bagaimana pendapatnya pada saat menghadapi kondisi tersebut?", saya meminta siswa memberanikan diri.
Akhirnya ada beberapa siswa yang berani mengangkat tangan dan menyampaikan respon/pendapat yang disampaikan kepada gurunya.


Ini beberapa dari jawaban siswa: 
"Belum dikasi tau, Pak/Bu", 
"Belum siap", 
"Kasih waktu belajar dulu", 
"besok atau minggu depan aja, Pak/Bu.."
Selain berbentuk lobi atau pengunduran waktu, ada juga yang santai (atau pasrah ya?) atau bahkan terkesan sedikit 'menantang':
"Ya udah langsung aja, Pak/Bu"
"Langsung saja. Diundur atau tidak, nanti hasilnya juga sama.."

 3. Guru mengajak berdiskusi singkat tentang bagaimana seseorang atau sekelompok orang menyampaikan ketidaksetujuan tentang suatu hal kepada seseorang atau beberapa orang atau pun kepada lembaga tertentu (pemerintahan, pemilik perusahaan, dll)


4. Guru bertanya dan menambahkan bahasan tentang Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat yang merupakan salah satu Hak Asasi Manusia. Berlanjut pada pembahasan tentang jenis/cara mengemukakan pendapat (secara lisan dan atau tulisan) disertai beberapa contohnya.


5. Guru menantang siswa untuk mencoba mengemukakan pendapatnya secara langsung. Guru menjelaskan bahwa secara berkelompok (2 orang/klpk), siswa akan menemui seorang guru/kakak kelas dan menyampaikan pendapatnya berupa saran, kritik atau pertanyaan.
Guru memberikan beberapa contoh dan menjelaskan kriteria penilaian yang terdapat di dalam Rubrik Penilaian.


6. Siswa berangkat, berpencar bersama kelompok masing-masing mencari 'mangsa'. Dengan bekal Rubrik Penilaian, menjalankan misi yang diberikan.


7. guru menanti di koridor depan kelas. Kelompok yang sudah selesai segera melaporkan pelaksanaan misinya. Oya, sebelumnya Rubrik Penilaian sudah diserahkan kepada guru. Guru mewawancara pelapor sambil menyimak hasil penilaian di tangan yang telah diisi serta ditandatangani ustdz/zh atau kakak kelas yang bersangkutan.

Berikut, krikeria penilaiannya:
  1. Mengucapkan salam, 
  2. Memperkenalkan diri dengan sopan dan jelas, 
  3. Mengutarakan maksud bertemu, 
  4. Menyampaikan pesan dengan jelas (mudah dipahami), 
  5. Menyampaikan pesan dengan serius, 
  6. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, 
  7. Menutup perjumpaan dengan salam dan berterima kasih, 
  8. Berpenampilan rapi
(bersambung ya..)

Thursday, February 17, 2011

Sekilas Sekolah kami : SMART Ekselensia Indonesia

 

(Sekolah Menengah Akselerasi InteRnaT) berasrama,  bebas biaya - dibangun atas prakarsa dan kerja keras punggawa-punggawa Dompet Dhuafa Republika tahun 2004.
Pejuang -pendidikan- 'kecil' kami diseleksi dari penjuru negeri:
Sumatera Utara: Medan,Asahan
Riau: Pekanbaru, Tampan,
Kepulauan Riau: Batam,
Sumatera Barat: Padang, Bukittinggi, Solok, Sijunjung, Sawahlunto, 
Sumatera Selatan: Palembang, Banyuasin,
Lampung: Gisting Bawah, Metro, Tanggamus,
Banten: Labuan, Lebak, Ciomas, Ciputat, Tangerang,
DKI Jakarta: Jakarta Utara (Warakas) , Jakarta Barat (Grogol), Jakarta Selatan (Keb. Lama), 
Jawa Barat: Sukabumi, Bogor,  Depok, Bojong Gede, Cibinong, Garut, Bekasi, Bandung, Ciamis, Cirebon,
Jawa Tengah: Kebumen, Sragen, Semarang, Purwodadi, Surakarta, Sukoharjo, Solo, Magelang, Wonogiri, Pemalang, 
DI. Yogyakarta: Sleman, Gunung Kidul, Bantul, Yogyakarta,
Jawa Timur: Kediri, Lamongan, Surabaya, Mojokerto, Jember, Madura (Sampang), Sidoarjo,
Bali: Karangasem, Tabanan, Buleleng, Denpasar, Singaraja,
Kalimantan Selatan: Banjarbaru, Banjarmasin,
Kalimantan Timur: Balikpapan, Bontang, Samarinda,
Sulawesi Selatan: Polewali, Makassar,
Sulawesi Tengah: Banggai,
Maluku: Ambon, Tual,
Nusa Tenggara Timur: Waingapu, Sumba Timur,
Nusa Tenggara Barat: Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah
Papua Barat: Sorong,
Irianjaya: Jayapura (Sentani),(Abepura), dll
Khas Kami :
Moving Class (siswanya nomaden)
Booksharing di apel pagi (2 x per pekan untuk siswa -selasa & jum'at, 1x per pekan untuk guru-kamis),
Tilawah 'ting tung ting tung' Pagi (setiap pagi sebelum mulai belajar, seorang siswa memandu siswa di kelas lewat pengeras suara)

KISS (Karya Ilmiah Siswa SMART Ekselensia Indonesia) + Sidang - (tugas akhir siswa SMA sebagai salah satu syarat kelulusan - didampingi oleh guru pembimbing dan diuji oleh 2 orang guru penguji)
Trashic (grup musik dari barang bekas)

Degung, angklung, dan arumba (sundaan)
Cipam (Kucing Satpam - betah banget di pos security)
Cipel (Kucing Apel - hampir setiap hari ikutan apel pagi)

Wednesday, February 9, 2011

Belajar PKn: HAM "Seberapa Nakalnya Kami Waktu Kami Masih Kecil"

Ampuuuun..
:))

Wah macem-macem deh kata yang terucap waktu membaca 'pengakuan' siswa-siswa saya ini.

Ini adalah sebagian kisah/hasil proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah kami. Kalau nda' salah, hari Jum'at tanggal 3 Februari 2011.

Awalnya kegiatan ini dimaksudkan untuk mengenali sekaligus mengidentifikasi jenis-jenis pelanggaran HAM yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian, berlanjut kepada serunya eksplorasi 'besar-besaran' dari bolang-bolang nusantara nan lucgu kesayangan ayah ibu.

Kertas berukuran setengah halaman A4 ternyata bisa 'dimuati' alias memuat dua tiga empat cerita, lima sepuluh dua puluh kisah sampai lebih dari 35 macam cerita kenakalan di masa kecil.

Mulai dari yang berkenaan dengan , benda tak hidup, dan cerita yang berkenaan dengan waktu (pagi, siang, sore, malam, saat hujan, istirahat, dll), tempat/lokasi khusus (sekolah, rumah, lapangan, sungai, pantai, sungai, Masjid, dll), tumbuh-tumbuhan, hewan ternak, serangga, bahkan sampai calon hewan juga termasuk di dalam barisan 'korban' kenakalan pendekar-pendekar cilik ini..

"Sambil nulis, sambil istighfar ya.." itu pesan saya saat menemani anak-anak bangsa ini bernostalgia dengan masa kecilnya.
Yaa, mau bagaimana lagi, wong sudah terjadi.. nah kalau sudah insaf ucap alhamdulillah.."


Beberapa cerita itu ingin saya bagi dengan teman pembaca "Sosial Berkarya".

selamat bernostalgia.. (maaf ya.. msh diolah datanya, kendala di pemasukan data)


English Learning Time: "Is Seven Years Enough?"

(This article wrote -as an assignment in English Course 4 teacher- after we watched the news using English)

***

It's an odd news about a suspect and even a prisoner, his name is Gayus Halomoan Tambunan. He succeed to make people surprized of what he did in his young age. After he corrupted big sum of the tax money and becoming prisoner, he could travel around freely.

As we know, this bad taxman admitted that he went out from the Brimob jail 68 times. In average it means almost 20 timesin a month during his punishment.

And now, this fact triggered someone from Gorontalo, SUlawesi -that also ever be in jail- to make a song about Gayus action. The title of the song is "If I were Gayus Tambunan". People -who are angry about what Gayus had done- like this song. I think it because the song is a kind of reflection of our law and bad system in Indonesia.

In fact, after all what he had done, we have to accept, have to face the reality, that the court only gave vonist for him to be in prison for seven years. Is it enough??

Monday, February 2nd, 2011

Monday, February 7, 2011

English Writing Learning: "The Soundless RENGAT"

Sultan Sjarif Kasim II, that was the sign that I read when we arrived in Pekan Baru, Riau, two weeks ago. Fresh air that I could breath made me feel comfort to be in this new place that I come to.

The Travel agent-man (driver) had wait for us for several hours because of the delayed schedule. I thougt his eyes might tired looking for us. as we were hungry, the driver took us to a Padang restaurant, accross his office. The restaurant was small, simple without any wall, plus the heat from the sun. But, the driver said we can taste delicious foods there. His word was, "The taste is good." And, yes, he was not lying. The price was also friendly to us.

After the afternoon lunch, we went back to the car and continue our journey to Renagt, the small city in Riau. It was almost six hours spent to reach this small city. Finally, late in the night, we arrived in Hotel Danau Raja, Rengat.
Yup, it really is in front of beautiful small lake that shining by the light of the moon. Later, in the morning we could see the lake clearly.

(to be continued because of meeting call)

(November 2011)


Wednesday, January 26, 2011

Perjalanan Tahap II “Maybe it was an ordinary day for other people. But for us, that day was more…”


Fitrah ga’ tidur?”. “Ga’ Ustadzah, ga’ ngantuk”. Jawab salah satu siswa yang tidak mengikuti jejak temannya. 
 
Tidak mengapa,” pikir saya. Mungkin ia termasuk golongan yang sulit tidur di kendaraan atau merasa sayang melewatkan perjalanannya tanpa menikmati bangunan-bangunan dan pohon-pohon ‘berlarian’ di sisinya.


Dalam perjalanan pulang yang ‘sesunguhnya’, tak terelakkan lagi. Jasad anak-anak tangguh ini sudah menagih haknya untuk beristirahat. Dengan gaya dan posisi yang serupa tapi tak sama dalam segala keterbatasan tempat, satu demi satu, atau lebih tepatnya hampir segera setelah bus melaju -pada perjalanan pulang tahap kedua ini- dengan serta merta anak-anak ini pun mengejar laju bus dengan berlayar menuju samudera mimpi. Tak terkecuali ‘mister’ Fitrah.


Perjalanan ini adalah perjalanan pulang tahap ke dua di hari yang sama. Tahap pertama sebenarnya dilalui dengan biasa saja, sampai... Satu demi satu, meter demi meter, mungkin sampai lebih dari seratus meter berbaris puluhan kendaraan dari berbagai merk dan ukuran.

Sebelumnya tidak terlihat tanda-tanda keganjilan pada bus besar yang kami tumpangi. Namun, seiring terbenamnya matahari dan saat kami memutuskan untuk menunaikan kebutuhan ruhani, kami temukan bus kami tidak mau mematuhi tuannya lagi. Ia tidak mau menyejajarkan badan tegapnya di sisi Rumah Allah melainkan lebih memilih berpose di tengah jalan raya puncak yang tidak seberapa lebarnya jika dibandingkan dengan jalan protokol ibukota yang memiliki empat atau lima lajur.

Hari sudah mulai gelap, bus rombongan yang lain sudah akan melanjutkan perjalanannya. Namun nampaknya bus kami belum menunjukkan ‘kemajuan’.

Tidak mungkin rasanya memindahkan 50 anak ke bus tetangga”, pikir saya. Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu. Yap!, menunggu datangnya ‘keajaiban’, menunggu patuhnya bus kami pada sang nahkoda.

Faktanya, tidak cukup dengan berdoa agar bus kami segera 'insyaf' dan sadar akan tanggung jawabnya untuk mengantar kami pulang melainkan Allah meminta untuk mencurahkan konsentrasi kami pada hal lain. Agak tersentak saya teringat ‘Kaka’, salah satu siswa yang tidak dalam kondisi baik selama perjalanan itu. Di manakah ia gerangan?

Sejak awal keberangkatan panitia telah menyiapkan obat-obatan serta alat dan bahan yang dibutuhkan untuk memastikan kami semua dalam keadaan sehat dan nyaman selama perjalanan. Namun, tidaklah kita mengaku beriman sebelum diuji bukan?

Suhu yang semakin turun di kawasan itu rupanya semakin membuat Kaka –siswa yang saya cari tadi- perlu mencari perlindungan. Namun ternyata tidak. Ia hanya duduk di teras Masjid bersama teman-temannya.

Di dalam aja Ka..”, seru saya. Ia pun masuk dan memilih tempat yang cukup terlindung dari tiupan angin nan penuh tenaga penurun suhu tubuh. 
 
Dingin rupanya tidak hanya menggigit Kaka, Koko –yang berperawakan lebih besar dari Kaka- pun terlihat semakin membutuhkan tambahan peralatan penghangat dibanding saat kami masih berada di dalam bus ‘tercinta’. Koko memutuskan untuk mengambil tempat yang ‘ramah’ di bagian dalam Masjid dan menggulung tubuhnya. 
 
Peralatan dan bahan pencegah ketidaknyamanan ternyata tidak cukup kami bawa. Termos atau alat penghangat lainnya tidak turut serta bersama kami.

Di mana kira-kira ada warung tenda yang menyediakan minuman hangat ya?”. Sedikit terburu-buru saya melihat sekeliling. “Alhamdulillah” saya segera menujunya.

Dengan lalu lintas yang cukup ramai, agak sulit untuk bisa segera sampai di seberang. Segera setelah menemukan sang pemilik warung, saya memesan dua gelas –yang akhirnya dibungkus plastik- teh hangat untuk Kaka dan Koko. Syukurlah, kondisi mereka berdua sedikit membaik setelahnya.

Tak berapa lama, bus rombongan yang bersama kami di Masjid sudah akan berangkat. “Ada yang lihat Kaka?” saya bertanya pada siswa dan guru di atas bus tersebut. “Ga' ada Ustadzah,” jawab salah seorang dari mereka. Agak bingung saya kembali turun dan mencari keberadaan Kaka di antara teman-temannya. Dalam kondisi perut kosong dan tanpa kepastian, kami mengiringi kepergian bus itu dengan tatapan penuh doa dan harapan.

Bagaimana Ustadz?”, tanya saya kepada seorang guru yang masih tinggal bersama kami. “Kita ke rumah teman saya dekat sini, di belakang pasar,” jawabnya. Sambil bertanya-tanya, saya segera mengajak para siswa untuk mengikuti seorang Bapak yang rupanya juga berada di Masjid yang sama tempat kami 'bernaung' selama ini. Ia menjunjukkan jalan bersama seorang anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun.

Sang Ustadz sepertinya menuju bus, sedangkan saya mampir sebentar untuk membeli sesuatu.

Setibanya saya -setelah tengok kiri kanan mencari jejak dan bertemu Sang Tuan Rumah- di tempat tinggal yang dimaksud, saya menemukan para siswa -yang dalam kondisi lelah, lapar, dan mengantuk- masih dalam posisi menunggu. Betul, mereka, siswa angkatan 5 dan sebagian angkatan 4 SMART EI -dengan ketegaran dan kesabarannya- masih menunggu... menunggu kabar baik dari Ustadznya. Namun, kali ini ada hal lain yang ditunggu..

Malam semakin larut dan waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lewat..

Alhamdulillah.. setelah sebelumnya perut anak-anak dihangatkan dengan bandrek (minuman jahe khas Jawa Barat, juga dengan rasa yang khas), datanglah hidangan yang insya Allah mampu mengisi perut kami dengan lebih 'serius'. Mie instan hangat lengkap dengan nasi dan saus sambalnya.. “ Srluup... sruulp...Rasa dingin yang telah berkurang dengan posisi duduk yang rapat -karena keterbatasan tempat- semakin memudar. Subhanallah.. Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan.. Terima kasih Bapak dan Ibu.. (Oya, juga rekan kecil..) Semoga Allah membalas kebaikan kalian..

Sekitar lima puluh orang berjalan melewati jalan becek dan menelusuri gang sempit khas pasar tradisional. Langkah kami rasanya sudah sangat mantap. Mantap untuk bertemu 'Sang Penyelamat Besar'. Tap. tap.. tap..

Sssstt.., jangan bilang siapa-siapa ya... Ini rahasia..!” Sebenarnya, sebelum mangkuk demi mangkuk mie dan bakul demi bakul nasi dihidangkan, sang Ustadz sudah memberi tahu saya bahwa bus 'penyelamat' telah datang. Namun ia berpesan untuk menahan informasi tersebut agar tidak merusak konsentrasi para siswa dalam makan dan penantiannya.  : )

Sesampainya di bus.. “Alhamdulillah...” sepertinya tak ada kata lain. Karena tak lama setelah itu (kembali saya sampaikan), satu persatu -atau bahkan serentak- Koko, Anto, Dika, Diki, Dana, Raya, Sholeh, Yovi, Fikri, Fadla, Razi, Rano dan teman-teman -bahkan Fitrah pun tak ketinggalan- mengambil posisi siap untuk berlayar di samudera mimpi. Dengan gaya yang serupa tapi tak sama -dengan segala keterbatasan tempat- mereka berusaha meneguhkan diri bahwa mereka telah berhasil hari ini.. 
 
Outbond 'Hijau' kali ini telah dilalui dengan teriakan, keseruan, kekompakan, curahan tenaga serta kesatuan strategi seluruh siswa SMART Ekselensia Indonesia angkatan 1 sampai 5. Mulai dari ber' MEREKETE' ria, mengangkat tongkat panjang, terjebak dalam ikatan tangan-tangan sendiri, berusaha untuk 'Stand Up Together, menunjukkan pengorbanan dalam 'Folding Mat', tersangkut dalam 'Spider Web', tersesat di rimba 'Flying Fox', sampai perang strategi dalam operasi pengamanan api lilin -dari serbuan senjata air lars panjang kakak-kakak instruktur- untuk menyalakan api unggun di tanah lapang. 
 
Jadilah seperti RAJAWALI.. terbang mengangkasa menggapai mimpi dalam kekuatan perjuangan penuh kebersamaan.” pesan sang Kakak

(catatan: tokoh-tokoh dalam kisah ini nyata adanya namun menggunakan nama pinjaman)


Oya, ngomong-ngomong, Kaka di mana ya..?”


Bogor, 12-13 April 2010
Ditulis untuk rubric CINTA (Cerita Sekitar Kita) majalah Pancaran (angk. V SMART EI)